Laman

Kamis

E-passport, Hadiah atau Beban Sistem Informasi Indonesia?

Mulai tanggal 26 Januari 2011 Kementerian Hukum dan HAM RI kaitannya dengan Direktorat Jenderal Imigrasi merencanakan melakukan uji coba penerbitan paspor elektronik/e-passport selama tahun 2011 mendatang[1]. Berita ini merupakan berita bagus bagi perkembangan sistem informasi di Indonesia. Dengan e-passport ini diharapkan dapat mempermudah penyaluran informasi yang dibutuhkan bagi semua pihak yang berkait dengan masalah keimigrasian.

Paspor elektronik yang dikenal dengan e-passport merupakan pengembangan paspor konvensional yang didalamnya ditanamkan sebuah chip yang berisikan biodata pemegang beserta data biometrik sebagai upaya mengharmonisasikan sistem keimigrasian dengan negara lainnya. Selain bermanfaat bagi sistem keimigrasian e-passport ini juga memperketat pengamanan, mempermudah identifikasi untuk melakukan pencekalan terghadap seseorang. Secara tidak langsung membantu pemerintah dalam menanggulangi tindak kejahatan . Di dalam chip yang terdapat di dalam paspor elektronik tersebut, berisi data-data pribadi pemegang paspor dan dipastikan tidak bisa dipalsukan. Dengan demikian berarti tingkat keamanan paspor elektronik sangatlah tinggi dan sangat membantu mengurangi pemalsuan identitas yang merugikan banyak pihak.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar  mengatakan “ Indonesia termasuk yang tertinggal dalam penggunaan paspor elektronik (e-paspor) dibanding negara lain di kawasan ASEAN, terlebih di dunia. Memperihatinkan memang kita tertinggal dalam penggunaan e –passport dengan negara tetangga. Namun, pemerintah berencana merealisasikan penggunaan ini di awal tahun 2011, karena pada tahun 2015 kita harus sudah menerapkannya secara penuh seperti kata Menteri Hukum dan HAM kepada wartawan di Istana Wapres di Jakarta “ Tahun 2015 semua negara sudah harus menerapkan e-paspor dan mau tidak mau kita pada tahun itu sudah memberlakukan bagi semua warga yang akan ke negara lain, kalau tidak maka warga kita tidak bisa masuk ke suatu negara[2]”. Kini tiga Negara diwilayah ASEAN sudah mengaplikasikan e-passport dalam sistem keimigrasiannya antara lain ; Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Kelegalan uji coba penggunaan e-passport, secara hukum sesuai dengan PP No.38/2009 dan ketentuan tersebut sudah sesuai dengan organisasi internasional, yang akan berlaku menyeluruh pada 2015. Ditjen Imigrasi telah menyiapkan e-passport sebanyak 10 ribu dan untuk saat ini layanannya bisa dilakukan di Kantor Imigrasi di Jakarta, Surabaya dan Semarang. Namun, penerbitan e-passport masih bersifat terbatas dan pilihan (optional) dengan demikian masyarakat tetap dapat mengajukan permohonan paspor biasa non elektronis di Kantor-kantor Imigrasi seluruh Indonesia Sedangkan tempat yang telah ditentukan sebagai pilot project dalam uji coba di awal tahun mendatang, antara lain Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Barat, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Soekarno Hatta dan Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Pusat. 
Hadiah awal tahun
Indonesia memang sudah saatnya beralih menggunakan e-passport untuk kemudahan sistem informasi selain itu Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO) mewajibkan kepada negara yang terakreditasi untuk menerbitkannya secara menyeluruh paling lambat tahun 2015. Maka Indonesia mulai menguji coba e-passport ini diawal 2011 diharapkan ditahun 2015 Indonesia sudah siap tanpa hambatan dalam menerapkan e-passport disistem keimigrasiannya. Jika uji coba ini berhasil merupakan permulaan yang baik sebagai kado diawal tahun.
Dibalik hadiah

Dibalik harapan yang besar akan keberhasilan uji coba e-passport di Indonesia, tersimpan beberapa masalah persiapannya. Jika tidak diatasi secara serius olah pemerintah dikhawatirkan hal ini dapat jadi boomerang yang akan mengacaukan sistem informasi Indonesia dan menimbulkan kerugian bagi banyak pihak.

Menurut praktisi IT, Wahyu Andrianto, proyek pengadaan e-passport, oleh Ditjen Imigrasi, dibagi dalam dua bagian[3]. Bagian pertama adalah pengadaanCertificate of Authority (CA), dan Key Management System (CA/KMS), yang merupakan sistem penulis dan pembaca data ke chip e-passport, dan bagian kedua adalah pengadaan buku e-passport-nya sendiri. 
Kedua pengadaan tersebut dilakukan oleh dua pihak. Untuk buku e-passport dilakukan di Peruri, sementara pengadaan CA/KMS ditenderkan. 
Menurut Wahyu, pengadaan yang dilakukan secara paralel menimbulkan kekhawatiran bahwa buku e-passport tidak terbaca baik oleh sistem CA/KMS Indonesia, maupun oleh negara-negara lain di dunia yang sudah menerapkane-passport, apalagi bila tingkat pengkajian sistemnya sangat minim. Dengan demikian "Seharusnya dilakukan serial bukan paralel, karena CA/KMS itu memastikan semua sistemnya terintegrasi dan diterima di dunia internasional," tutur Wahyu dalam acara diskusi Mengkritisi Kebijakan Elektronik di Pulau Dua Resto, Jakarta, Kamis (16/12/2010).
Keputusan pemerintah untuk membagi dua bagian dalam pengadaan e-passport ini sudahkah tepat? mengingat perlu adanya intergasi dalam pemasangan sistem dalam e-passport, seyogyanya Pemerintah mengambil kebijakan yang efektif dan bijaksana, karena hal ini menyangkut kepentingan masyarakat yang akan menjadi pengguna e-passport. Jika ada kesalahan didalamnya tidak menutup kemungkinan akan terjadi kekacauan dalam sistem informasi Indoesia. E-passport merupakan berita bahagia, namun jika tidak dipersiapkan dengan baik maka e-passport tidak akan memberikan kontribusi yang diharapkan.

 




[2] Patrialis: Indonesia Tertinggal Soal E-paspor,  Jumat, 10 Desember 2010 18:56 WIB,  ANTARA News

[3] "Seharusnya dilakukan serial bukan paralel, karena CA/KMS itu memastikan semua sistemnya terintegrasi dan diterima di dunia internasional," Samuel Febriyanto Kamis, 16 Desember 2010 14:06 WIB. Tribunnews.com.